Jumat, 26 Desember 2014

Tiga Racun

TIGA RACUN
Oleh: Haris, S.Ag

            Sebagai manusia, kita memiliki musuh laten yang sangat berbahaya yaitu ketidaktahuan kita akan hakikat kehidupan. Karena batin kita dijajah oleh ketiga hal yang bersekutu sangat kuat. Mereka adalah Keserakahan (lobha), Kebencian (dosa), dan kegelapan batin (moha). Tiga hal ini merupakan racun atau sering disebut sebagai tiga akar kejahatan.
            Keserakahan membuat seseorang menginginkan lebih banyak kenikmatan yang melampaui kebutuhannya, keserakahan dapat membuat seseorang menjadi tidak peduli pada penderitaan pihak lain. Orang yang serakah selalu berusaha untuk memuaskan nafsu keinginan, karena mereka berpikir dengan jalan memuaskan nafsu keinginan seseorang baru bisa bahagia. Namun, dengan berusaha memuaskan nafsu keinginan sama saja dengan memberi makan keserakahan dengan makanan bergizi. Keserakahan akan tumbuh semakin kuat dalam diri kita. Kita akan semakin mudah kecewa, sedih, dan frustasi jika tidak mencapai apa yang diinginkan. Misalnya jika kita sudah sedemikian terikatnya dengan makanan lezat, dan hanya mau makan makanan lezat, suatu ketika makanan yang kita inginkan tidak tersedia, kita pun akan menderita. Kebanyakan orang serakah atau tamak menganut paham bahwa kebahagiaan adalah mendapatkan apa yang diinginkan, padahal kebahagiaan adalah merasa berkecukupan terhadap apa yang telah didapat.
            Musuh kita selanjutnya adalah kebencian. Kebencian juga tidak kalah jahat dari keserakahan. Kebencian menyebabkan orang-orang saling memusuhi dan menyakiti. Perasaan dendam dan iri hati juga salah satu akibat dari kebencian. Menyimpan kebencian terhadap seseorang adalah perbuatan yang tidak bijaksana. Mengapa demikian? Karena begitu seseorang dalam kondisi penuh kebencian, batin kita menjadi sangat menderita dan tersiksa, sementara itu orang yang kita benci mungkin sama sekali tidak menanam benci kepada kita, mereka mungkin bahkan sedang bergembira, sementara kita menderita karena kebencian. Itulah alasan ketidakbijaksanaan dari orang yang memiliki kebencian. Untuk itu salah satu cara ketika kebencian timbul, renungkan bahwa mereka, orang-orang yang kita benci itu, sesungguhnya bukan orang lain. Kita dan mereka kemungkinan besar pernah menjadi saudara, anak, atau orang tua kita dalam kehidupan lampau, atau mungkin akan menjadi saudara, anak, dan orang tua kita dalam kehidupan mendatang. Dengan berpikir demikian maka kebencian akan sedikit terkurangi.
            Racun yang ketiga adalah kegelapan batin. Kegelapan batin bukan berarti bodoh karena buta intelektual atau tidak memahami ilmu pengetahuan dan teknologi. Bodoh yang dimaksud di sini mengenai kebodohan batin, yakni tidak bisa membedakan baik dan buruk, bermanfaat dan tidak bermanfaat, serta tidak menjalani yang baik dan tidak menjahui yang buruk. Karena kegelapan batin, kita menjadi terlalu banyak menyia-nyiakan waktu untuk hal-hal yang tidak bermakna dalam hidup ini.
            Tiga racun ini menyebabkan kita berada dalam kegelapan batin. Maka dari itu, kita membutuhkan pelita penerang. Pelita penerang itu adalah Dhamma. Agar memberi makna dan manfaat bagi kita. Sang buddha telah menunjukkan Dhamma sebagai pelita. Dhamma yang dapat dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari untuk mengurangi keberadaan tiga racun dalam diri kita. Dalam Cullavedala Sutta, Majjhima Nikaya Buddha menunjukkan Dhamma yang sangat luhur untuk kebahagiaan semua makhluk baik kehidupan saat ini atau pun kehidupan yang akan datang, yaitu: (1). Kebijaksanaan yang masih bersifat konsep dan teoritis, (2). Sila/moralitas, (3). Samadhi dan kebijaksanaan karena hasil dari praktik moralitas dan samadhi.
            Jika Dhamma itu di praktikkan dalam kehidupan sehari-hari akan membawa manfaat kebahagiaan duniawi yaitu merasa puas dan cukup atas yang telah didapat berupa: makanan, sandang, tempat tinggal dan kesehatan. Kebahagiaan duniawi itu hanya sebagai sarana untuk kita hidup dan menjalani kehidupan yang bermoral. Selanjutnya melalui kebahagiaan duniawi kita berusaha untuk mendapatkan kebahagiaan yang ke dua berupa kebahagiaan di luar duniawi yaitu sedikit demi sedikit berusaha mengikis dan mengurangi keserakahan (lobha), kebencian ( dosa), dan kegelapan batin (moha).

Melalui pencapaian dari kedua kebahagiaan itu maka siapa pun yang hidup dalam dunia ini telah dikatakan hidup dalam Dhamma atau kebenaran sehingga melalui praktik Dhamma dengan benar seseorang akan bahagia di ke dua alam yaitu bahagia dalam kehidupan saat ini dan bahagia dalam kehidupan yang akan datang. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar