Benarkah Hidup Penuh dengan Cobaan?
Oleh: Haris,
S.Ag
Kalimat di atas
pernah saya dengar, bahwa hidup adalah penuh dengan cobaan. Kalimat itu akan
terlontar bila seseorang ketika dalam masalah atau dalam titik menghadapi
masalah yang sangat berat. Seseorang akan mengatakan kenapa cobaan ini datang
kepada diriku? Selanjutnya akan timbul pertanyaan yang lain bahwa kenapa orang
itu tidak pernah mengalami kesusahan atau masalah seperti yang sedang saya
hadapi? Berbagai pertanyaan muncul pada saat itu, bahkan seseorang dapat juga
menyalahkan makhluk lain karena masalah yang sedang hadapi.
Dalam Buddhisme,
segala sesuatu yang muncul dalam diri kita seperti suatu ketika masalah muncul atau
pada saat keuntungan terjadi pada diri kita semua itu adalah hasil dari
perbuatan kita sendiri. Sang Buddha menunjukkan dalam Anguttara Nikaya 2 hal 329
terbitan Vihara Bodhivamsa Klaten, yaitu bahwa “Kita sendiri yang akan
memiliki, mewarisi, lahir, berkerabat, tergantung pada perbuatan kita sendiri,
perbuatan apapun yang akan kulakukan, baik atau buruk, perbuatan itulah yang
akan kita warisi”. Jika melihat kutipan di atas maka pernyataan di awal tadi
tidak lah relevan bahwa hidup kita penuh dengan cobaan ketika kita dalam suatu masalah.
Sang Buddha juga menjelaskan dalam Samyutta
Nikaya II th 2007 hal 827, terbitan Vihara Bodhivamsa Klaten, bahwa “Sesuai dengan benih yang anda tabur,
begitulah buah yang anda petik. Pembuat kebajikan akan memetik buah
kebahagiaan, pembuat kejahatan akan memetik penderitaan. Taburlah benih
kebajikan, dan tanamlah dengan baik, maka engkau pulalah yang akan menikmati buahnya”.
Dari pernyataan Buddha tersebut bahwa kita sendiri yang akan mewarisi benih
yang telah kita tabur, sehingga bila benih kejahatan yang kita tabur maka
kejahatan pula yang akan kita tuai. Hal itu selaras dengan semua masalah yang
seorang sedang hadapi bahwa apa yang kita tanam dulu sedang kita warisi saat
ini.
Jika kita
merujuk pada hukum karma bahwa karma dapat berbuah dalam satu kehidupan dan
dapat juga dalam kehidupan berikutnya atau dapat dalam beberapa kali kehidupan.
Hal ini menandakan bahwa apa pun karma yang telah kita perbuat maka karma itu
yang akan kita nikmati. Sedangkan Hukum Karma bekerja sesuai juga dengan
kondisi yang mendukung saat itu.
Masalah kehidupan
berulang-ulang Sang Buddha juga telah jelaskan bahwa manusia atau makhluk hidup
tidak terhitung berapa kali ia hidup. Hal itu Buddha jelaskan dalam Samyutta Nikaya bahwa: “Derita ini
ibarat tumpukan tulang setinggi 2 gunung Sineru”. Sang Buddha juga menunjukkan
bahwa kelahiran merupakan berulang kali seperti dalam Samannaphala Sutta Digha Nikaya 2009: 53 bahwa “Melalui pikiran
terkonsentrasi kehidupan lampau dapat diketahui hal itu dijelaskan dengan
mengarahkan pikirannya dalam kehidupan lampau: satu kelahiran, dua, tiga,
empat, lima kelahiran..lima puluh kelahiran, seratus ribu kelahiran bahkan
beberapa periode penyusutan dan pengembangan bumi, di sana namaku adalah ini
dan itu, sukuku adalah ini dan itu, kastaku adalah ini dan itu…aku mengalami kondisi kehidupan menyenangkan dan
menyakitkan ini dan itu, aku hidup selama itu. Setelah meninggal dunia
dari sana, aku muncul di tempat lain. Di sana namaku adalah ini dan itu…dan
setelah meninggal dunia dari sana, aku muncul di sini. Demikian ia mengingat berbagai
kehidupan, kondisi dan kejadian-kejadian masa lalu”.
Setelah
mengetahui kehidupan yang berulang-ulang yang merupakan hasil dari perbuatan
kita sendiri maka kehidupan ini dicermati sebagai mana apa adanya dengan
memiliki pengertian dan pandangan benar dengan merenungkan sabda Buddha dalam Dhammapada 160 yaitu” Diri sendiri
adalah tempat perlindungan bagi diri sendiri, Siapa yang dapat dijadikan tempat
berlindung? Dengan melatih diri secara sungguh-sungguh, maka akan diperoleh
perlindungan yang amat sukar dicari. Hal yang sama juga sang Buddha jelaskan
dalam Mahaparinibbana Sutta Digha
Nikaya, 2009:219, yaitu “Jadilah Pulau bagi dirimu sendiri, menjadi
pelindung sendiri tidak berlindung pada orang lain, dengan Dhamma sebagai pulau
pelindungmu, tidak ada perlindungan lain”.
Berkenaan
dengan perlindungan terhadap diri sendiri Sang Buddha bersabda dalam Dhammapada 183 bahwa “Janganlah
berbuat jahat, lebih banyaklah berbuat baik, sucikan hati dan pikiran, ini
adalah ajaran para Buddha”. Berkenaan dengan perlindungan tersebut berarti
perlindungan itu bersifat aktif yaitu perlindungan terhadap TIRATANA, Buddha,
Dhamma dan Sangha dengan selalu dalam latihan praktik moralitas lima sila
Pancasila Buddhis. Melalui hidup yang selalu terkendali dan praktik Dhamma maka
minimal sedikit demi sedikit telah menciptakan karma-karma baik yang akan kita
nikmati dalam kehidupan ini dan kehidupan yang akan datang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar