Sabtu, 27 Desember 2014

Benarkah Hidup Penuh dengan Cobaan?

Benarkah Hidup Penuh dengan Cobaan?
Oleh: Haris, S.Ag

                Kalimat di atas pernah saya dengar, bahwa hidup adalah penuh dengan cobaan. Kalimat itu akan terlontar bila seseorang ketika dalam masalah atau dalam titik menghadapi masalah yang sangat berat. Seseorang akan mengatakan kenapa cobaan ini datang kepada diriku? Selanjutnya akan timbul pertanyaan yang lain bahwa kenapa orang itu tidak pernah mengalami kesusahan atau masalah seperti yang sedang saya hadapi? Berbagai pertanyaan muncul pada saat itu, bahkan seseorang dapat juga menyalahkan makhluk lain karena masalah yang sedang hadapi.
                Dalam Buddhisme, segala sesuatu yang muncul dalam diri kita seperti suatu ketika masalah muncul atau pada saat keuntungan terjadi pada diri kita semua itu adalah hasil dari perbuatan kita sendiri. Sang Buddha menunjukkan dalam Anguttara Nikaya 2 hal 329 terbitan Vihara Bodhivamsa Klaten, yaitu bahwa “Kita sendiri yang akan memiliki, mewarisi, lahir, berkerabat, tergantung pada perbuatan kita sendiri, perbuatan apapun yang akan kulakukan, baik atau buruk, perbuatan itulah yang akan kita warisi”. Jika melihat kutipan di atas maka pernyataan di awal tadi tidak lah relevan bahwa hidup kita penuh dengan cobaan ketika kita dalam suatu masalah.
Sang Buddha juga menjelaskan dalam Samyutta Nikaya II th 2007 hal 827, terbitan Vihara Bodhivamsa Klaten, bahwa “Sesuai dengan benih yang anda tabur, begitulah buah yang anda petik. Pembuat kebajikan akan memetik buah kebahagiaan, pembuat kejahatan akan memetik penderitaan. Taburlah benih kebajikan, dan tanamlah dengan baik, maka engkau pulalah yang akan menikmati buahnya”. Dari pernyataan Buddha tersebut bahwa kita sendiri yang akan mewarisi benih yang telah kita tabur, sehingga bila benih kejahatan yang kita tabur maka kejahatan pula yang akan kita tuai. Hal itu selaras dengan semua masalah yang seorang sedang hadapi bahwa apa yang kita tanam dulu sedang kita warisi saat ini.
Jika kita merujuk pada hukum karma bahwa karma dapat berbuah dalam satu kehidupan dan dapat juga dalam kehidupan berikutnya atau dapat dalam beberapa kali kehidupan. Hal ini menandakan bahwa apa pun karma yang telah kita perbuat maka karma itu yang akan kita nikmati. Sedangkan Hukum Karma bekerja sesuai juga dengan kondisi yang mendukung saat itu.
Masalah kehidupan berulang-ulang Sang Buddha juga telah jelaskan bahwa manusia atau makhluk hidup tidak terhitung berapa kali ia hidup. Hal itu Buddha jelaskan dalam Samyutta Nikaya bahwa: “Derita ini ibarat tumpukan tulang setinggi 2 gunung Sineru”. Sang Buddha juga menunjukkan bahwa kelahiran merupakan berulang kali seperti dalam Samannaphala Sutta Digha Nikaya 2009: 53 bahwa “Melalui pikiran terkonsentrasi kehidupan lampau dapat diketahui hal itu dijelaskan dengan mengarahkan pikirannya dalam kehidupan lampau: satu kelahiran, dua, tiga, empat, lima kelahiran..lima puluh kelahiran, seratus ribu kelahiran bahkan beberapa periode penyusutan dan pengembangan bumi, di sana namaku adalah ini dan itu, sukuku adalah ini dan itu, kastaku adalah ini dan itu…aku mengalami kondisi kehidupan menyenangkan dan menyakitkan ini dan itu, aku hidup selama itu. Setelah meninggal dunia dari sana, aku muncul di tempat lain. Di sana namaku adalah ini dan itu…dan setelah meninggal dunia dari sana, aku muncul di sini. Demikian ia mengingat berbagai kehidupan, kondisi dan kejadian-kejadian masa lalu”.
Setelah mengetahui kehidupan yang berulang-ulang yang merupakan hasil dari perbuatan kita sendiri maka kehidupan ini dicermati sebagai mana apa adanya dengan memiliki pengertian dan pandangan benar dengan merenungkan sabda Buddha dalam Dhammapada 160 yaitu” Diri sendiri adalah tempat perlindungan bagi diri sendiri, Siapa yang dapat dijadikan tempat berlindung? Dengan melatih diri secara sungguh-sungguh, maka akan diperoleh perlindungan yang amat sukar dicari. Hal yang sama juga sang Buddha jelaskan dalam Mahaparinibbana Sutta Digha Nikaya, 2009:219, yaitu “Jadilah Pulau bagi dirimu sendiri, menjadi pelindung sendiri tidak berlindung pada orang lain, dengan Dhamma sebagai pulau pelindungmu, tidak ada perlindungan lain”.
Berkenaan dengan perlindungan terhadap diri sendiri Sang Buddha bersabda dalam Dhammapada 183 bahwa “Janganlah berbuat jahat, lebih banyaklah berbuat baik, sucikan hati dan pikiran, ini adalah ajaran para Buddha”. Berkenaan dengan perlindungan tersebut berarti perlindungan itu bersifat aktif yaitu perlindungan terhadap TIRATANA, Buddha, Dhamma dan Sangha dengan selalu dalam latihan praktik moralitas lima sila Pancasila Buddhis. Melalui hidup yang selalu terkendali dan praktik Dhamma maka minimal sedikit demi sedikit telah menciptakan karma-karma baik yang akan kita nikmati dalam kehidupan ini dan kehidupan yang akan datang.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar