Pelimpahan Jasa
Oleh: Haris, S.Ag
Jika kita merujuk Kitab Suci Tipitaka Digha Nikaya, Sigalovada Sutta: Dalam
Sutta tersebut terdapat kewajiban anak kepada orang tua, pada point ke lima
yaitu seorang anak memiliki kewajiban memberikan doa kepada orang tua yang
telah meninggal. Kewajiban anak kepada orang tua dalam buddhisme tidak hanya
sebatas pada upacara ritual pada saat orang tua meninggal atau sampai 1000 hari
setelah itu selesai, namun lebih dari pada itu seorang anak masih memiliki
kewajiban melimpahkan jasa-jasa perbuatan baik kepada leluhurnya. Pelimpahan
jasa pada leluhurnya bertujuan untuk menolong leluhur kita yang mungkin ada
yang terlahir di alam yang kurang menguntungkan, seperti terlahir di alam setan
atau peta.
Sebagai
umat Buddha kita meyakini bahwa selain alam manusia masih banyak alam-alam lain
yang kesemuanya berjumlah 31 alam kehidupan. Diantara 31 alam kehidupan itu
terdapat alam yang kurang menguntungkan yang disebut sebagai alam hantu atau
setan atau peta. Leluhur kita ada kemungkinan terjebak dan terlahir di alam setan
tersebut. Dalam pandangan Buddhisme hidup tidak hanya sekali, setelah mati kita
akan mengalami kehidupan lagi, lagi, lagi dan lagi selama kekotoran batin lobha
(keserakahan), dosa (kebencian) moha (kegelapan batin) masih ada di dalam diri
kita maka kematian dan kehidupan akan terus berlangsung. Dalam
buku Be Happy yang ditulis oleh (Bhante
Dhammananda, 2006: 143), disampaikan, bahwa “Kematian bukanlah akhir
dari kehidupan. Jika Anda berbuat baik, Anda akan mendapatkan kehidupan
mendatang yang lebih baik demikian sebaliknya. Sedangkan jika Anda tidak
menginginkan untuk terlahir kembali, Anda harus melenyapkan nafsu keinginan
lobha, dosa, moha di dalam batin kita.
Mengapa pelimpahan jasa perlu
dilakukan? Karena kalau kita merujuk dalam Kitab suci Tipitaka Khuddakapatha dalam Tirokuda
Sutta, 2006:
469 tentang khotbah
diluar dinding) disitu dijelaskan bahwa di jaman Buddha Gotama telah terjadi
kasus bahwa seorang Raja Bimbisara mengalami gangguan dari makhluk hanlus atau
hantu yaitu, setiap hari sang raja dihantui dengan makhluk-makhluk yang
mengerikan, dengan wujud dan rupa yang mengerikan. Mengalami kondisi yang
demikian itu, maka Raja Bimbisara melaporkan kejadian itu pada Sang Buddha. Maka
Sang Buddha dengan kemampuan batinnya melihat apa yang menyebabkan Raja
Bimbisara diganggu makhluk2 hantu/setan tersebut. Ternyata dalam kehidupan 90
kalpa yang lalu hantu2 yang menakuti raja Bimbisara tersebut adalah leluhur dari
Raja Bimbisara yang telah melakukan perbuatan tidak baik yaitu
menghalang-halangi orang berdana kepada Sammasambuddha sehingga akibat dari
perbuatannya tersebut leluhurnya ini membutuhkan pertolongan dari sanak saudaranya
sendiri yaitu Raja Bimbisara. Selanjutnya Sang Buddha memberitahukan kepada
Raja Bimbisara cara untuk menolong leluhurnya itu dengan cara pelimpahan jasa
atau sering kita kenal dengan istilah Pattidana.
Bagaimana pelimpahan jasa itu dilakukan? Yaitu
dengan cara kita melakukan perbuatan baik seperti berdana makanan kepada
bhikkhu sangha, atau keperluan sangha seperti jubah, obat-obatan. Selanjutnya
jasa kebajikan yang telah kita lakukan dengan berdana makanan atau jubah kepada
bhikkhu sangha itu kita limpahkan kepada leluhur-leluhur kita dengan
merenungkan didalam batin kita semoga jasa-jasa kebajikan yang telah saya
lakukan dengan berdana makanan kepada bhikkhu sangha hari ini, dapat melimpah
kepada semua leluhur-leluhur saya yang telah meninggal, semoga mereka
mengetahui dan berbahagia.
Selanjutnya apakah pelimpahan jasa hanya bisa dilakukan
dengan berdana materi kepada bhikkhu sangha? Kalau kita lihat dalam kitab suci
Dhammapada yang dijelaskan dalam komentarnya yaitu di dalam Dhammapada Athakattha
terbitan (Vidyasena, 1997: 451) disitu terdapat kasus pelimpahan jasa. Dimana seorang samanera yang
bernama samanera Sanu yang setelah mengulang khotbah Buddha atau kalau sekarang
bias dikatakan seperti membaca paritta, maka setelah selesai membaca khotbah.
Selanjutnya Samanera Sanu melimpahkan jasa perbuatan baik itu kepada leluhurnya
dengan mengatakan: “Semoga jasa perbuatan baik yang telah saya lakukan dengan
mengulang khotbah Buddha dapat mengkondisikan dan melimpah pada sanak saudara
dan leluhur-leluhur saya yang telah meninggal dan semoga mereka berbahagia”. Kalau
kita petik dalam kisah tersebut memang benar, bahwa para leluhur dari Samanera
Sanu yang dulunya terlahir di alam dewa tingkat rendah seperti alam Catumaharajika,
sehingga sinar tubuh leluhurnya menjadi terang benderang sinarnarnya. Demikian
juga para leluhurnya yang lain yang terlahir di alam peta atau hantu dapat
terlahir di alam yang lebih bahagia. Untuk Itu manfaat dari pattidana atau
pelimpahan jasa yang dilakukan oleh sanak saudara atau yang dilakukan anak
kepada leluhurnya sangat-sangat membantu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar