Sabtu, 27 Desember 2014

Pelimpahan Jasa

Pelimpahan Jasa
Oleh: Haris, S.Ag

Jika kita merujuk Kitab Suci Tipitaka Digha Nikaya, Sigalovada Sutta: Dalam Sutta tersebut terdapat kewajiban anak kepada orang tua, pada point ke lima yaitu seorang anak memiliki kewajiban memberikan doa kepada orang tua yang telah meninggal. Kewajiban anak kepada orang tua dalam buddhisme tidak hanya sebatas pada upacara ritual pada saat orang tua meninggal atau sampai 1000 hari setelah itu selesai, namun lebih dari pada itu seorang anak masih memiliki kewajiban melimpahkan jasa-jasa perbuatan baik kepada leluhurnya. Pelimpahan jasa pada leluhurnya bertujuan untuk menolong leluhur kita yang mungkin ada yang terlahir di alam yang kurang menguntungkan, seperti terlahir di alam setan atau peta.
Sebagai umat Buddha kita meyakini bahwa selain alam manusia masih banyak alam-alam lain yang kesemuanya berjumlah 31 alam kehidupan. Diantara 31 alam kehidupan itu terdapat alam yang kurang menguntungkan yang disebut sebagai alam hantu atau setan atau peta. Leluhur kita ada kemungkinan terjebak dan terlahir di alam setan tersebut. Dalam pandangan Buddhisme hidup tidak hanya sekali, setelah mati kita akan mengalami kehidupan lagi, lagi, lagi dan lagi selama kekotoran batin lobha (keserakahan), dosa (kebencian) moha (kegelapan batin) masih ada di dalam diri kita maka kematian dan kehidupan akan terus berlangsung. Dalam buku Be Happy yang ditulis oleh (Bhante Dhammananda, 2006: 143), disampaikan, bahwa “Kematian bukanlah akhir dari kehidupan. Jika Anda berbuat baik, Anda akan mendapatkan kehidupan mendatang yang lebih baik demikian sebaliknya. Sedangkan jika Anda tidak menginginkan untuk terlahir kembali, Anda harus melenyapkan nafsu keinginan lobha, dosa, moha di dalam batin kita.
Mengapa pelimpahan jasa perlu dilakukan? Karena kalau kita merujuk dalam Kitab suci Tipitaka Khuddakapatha dalam Tirokuda Sutta, 2006: 469 tentang khotbah diluar dinding) disitu dijelaskan bahwa di jaman Buddha Gotama telah terjadi kasus bahwa seorang Raja Bimbisara mengalami gangguan dari makhluk hanlus atau hantu yaitu, setiap hari sang raja dihantui dengan makhluk-makhluk yang mengerikan, dengan wujud dan rupa yang mengerikan. Mengalami kondisi yang demikian itu, maka Raja Bimbisara melaporkan kejadian itu pada Sang Buddha. Maka Sang Buddha dengan kemampuan batinnya melihat apa yang menyebabkan Raja Bimbisara diganggu makhluk2 hantu/setan tersebut. Ternyata dalam kehidupan 90 kalpa yang lalu hantu2 yang menakuti raja Bimbisara tersebut adalah leluhur dari Raja Bimbisara yang telah melakukan perbuatan tidak baik yaitu menghalang-halangi orang berdana kepada Sammasambuddha sehingga akibat dari perbuatannya tersebut leluhurnya ini membutuhkan pertolongan dari sanak saudaranya sendiri yaitu Raja Bimbisara. Selanjutnya Sang Buddha memberitahukan kepada Raja Bimbisara cara untuk menolong leluhurnya itu dengan cara pelimpahan jasa atau sering kita kenal dengan istilah Pattidana.
Bagaimana pelimpahan jasa itu dilakukan? Yaitu dengan cara kita melakukan perbuatan baik seperti berdana makanan kepada bhikkhu sangha, atau keperluan sangha seperti jubah, obat-obatan. Selanjutnya jasa kebajikan yang telah kita lakukan dengan berdana makanan atau jubah kepada bhikkhu sangha itu kita limpahkan kepada leluhur-leluhur kita dengan merenungkan didalam batin kita semoga jasa-jasa kebajikan yang telah saya lakukan dengan berdana makanan kepada bhikkhu sangha hari ini, dapat melimpah kepada semua leluhur-leluhur saya yang telah meninggal, semoga mereka mengetahui dan berbahagia.

Selanjutnya apakah pelimpahan jasa hanya bisa dilakukan dengan berdana materi kepada bhikkhu sangha? Kalau kita lihat dalam kitab suci Dhammapada yang dijelaskan dalam komentarnya yaitu di dalam Dhammapada Athakattha terbitan (Vidyasena, 1997: 451) disitu terdapat kasus pelimpahan jasa. Dimana seorang samanera yang bernama samanera Sanu yang setelah mengulang khotbah Buddha atau kalau sekarang bias dikatakan seperti membaca paritta, maka setelah selesai membaca khotbah. Selanjutnya Samanera Sanu melimpahkan jasa perbuatan baik itu kepada leluhurnya dengan mengatakan: “Semoga jasa perbuatan baik yang telah saya lakukan dengan mengulang khotbah Buddha dapat mengkondisikan dan melimpah pada sanak saudara dan leluhur-leluhur saya yang telah meninggal dan semoga mereka berbahagia”. Kalau kita petik dalam kisah tersebut memang benar, bahwa para leluhur dari Samanera Sanu yang dulunya terlahir di alam dewa tingkat rendah seperti alam Catumaharajika, sehingga sinar tubuh leluhurnya menjadi terang benderang sinarnarnya. Demikian juga para leluhurnya yang lain yang terlahir di alam peta atau hantu dapat terlahir di alam yang lebih bahagia. Untuk Itu manfaat dari pattidana atau pelimpahan jasa yang dilakukan oleh sanak saudara atau yang dilakukan anak kepada leluhurnya sangat-sangat membantu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar