Jumat, 26 Desember 2014

Berusaha Membimbing Diri Menjadi Manusia Seutuhnya

Berusaha Membimbing Diri Menjadi Manusia Seutuhnya
Oleh: Haris, S.Ag

Dalam Buddhis hidup sebagai manusia sangatlah susah, hal itu dijelaskan oleh Sang Buddha dalam Balapandita Sutta Majjhima Nikaya: “Bahwa diibaratkan seperti seekor penyu buta yang hidup di samudra sehingga hanya dalam jangka waktu 100 tahun sekali naik ke permukaan. Sedangkan di atas samudra terdapat satu lingkaran tali kecil, sangat sedikit kemungkinan, bahwa penyu tersebut pada saat naik ke permukaan kepalanya dapat masuk ke lubang tali yang kecil itu”. Demikianlah perumpamaan sangat sulit terlahir sebagai manusia.
Oleh karena sulitnya terlahir sebagai manusia, maka kita harus memahami tujuan kelahiran menjadi manusia, yaitu  berusaha membimbing diri untuk menjadi manusia seutuhnya. Apa itu manusia seutuhnya. Manusia seutuhnya dalam Buddhis diartikan sebagai manusia yang hidup dengan menjunjung tinggi dan menjalani nilai-nilai kemanusiaan, seperti:  Kedermawanan, kebajikan, kemoralan dan kebijaksanaan dengan tujuan untuk merealisasi Nibbana atau sekurang-kurangnya seorang Sotapanna. Namun sampai saat ini masih sedikit sekali orang yang melihat tujuan kelahiran sebagai manusia. Kelahiran manusia dari kacamata Buddhis adalah untuk memutuskan lingkaran samsara atau siklus lahir-mati yang berulang-ulang dan merealisasi Nibbana.
Agar Tujuan di atas dapat terwujud, maka sebagai umat Buddha, kita senantiasa menjadikan sila sebagai landasan moral dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Kualitas atau standar kemanusiaan seseorang dapat diukur dengan praktik-praktik pengembangan moralitas. Ada lima hal yang menjadi pantangan bagi umat Buddha, yakni: (1) pantang membunuh, (2) pantang mencuri, (3) pantang berzinah, (4) pantang berbohong, (5) pantang mabuk. Sejalan dengan pantangan tersebut, umat Buddha juga wajib secara aktif mengembangkan lima kebajikan, yakni: (1) memberikan cinta kasih kepada semua makhluk, (2) berpenghidupan benar dan berlatih untuk memberi, (3) berpuas diri dengan menjaga harmoni keluarga, (4) jujur dan hanya mengatakan hal yang bermanfaat dan pantas, dan (5) Selalu menjaga batin dalam kesadaran dan kewaspadaan.
Untuk membimbing diri menjadi manusia seutuhnya, seseorang harus berusaha benar-benar mengikis semua sifat-sifat hidup yang tidak baik atau tidak manusiawi, demikian juga harus dapat memandang kehidupan ini secara seutuhnya yaitu bahwa hidup ini senantiasa ditandai dengan perubahan, mengandung penderitaan, terkondisi oleh kesalingbergantungan, sehingga segala sesuatu yang muncul pada saatnya akan lenyap kembali. Oleh karena kehidupan yang demikian itu maka  dalam hidup ini kita berusaha untuk realistis tidak pesimis atau optimis.
Orang pesimis melihat segala sesuatu dari sisi buruk saja, ia hanya melihat adanya masalah, tetapi tidak melihat adanya jalan untuk mengatasi masalah. Sebaliknya orang optimis melihat segala sesuatu selalu baik, bahkan jauh lebih baik dari yang sebenarnya, berpengharapan berlebihan, tidak mau memperhitungkan kemungkinan buruk yang akan terjadi, sehingga menjadi lengah terhadap segala resiko. Orang bijak hendaknya mengambil jalan seimbang, yakni realistis. Kehidupan dan masalahnya harus dipandang dari sisi realistis, memaandang segala sesuatu sebagai apa adanya, ada baik ada buruk, ada untung ada rugi dll.

Agar hidup lebih baik dan mengarah pada jalan menjadi manusia seutuhnya, seseorang dapat memegang tiga prinsip, yaitu: (1) Jadilah baik yaitu selalu menjaga perbuatan, yang berarti: Jangan melakukan perbuatan buruk apa pun. Namun selalu banyak melakukan kebajikan. Jadikan diri kita bermanfaat bagi banyak orang dan hidup selalu dalam Dhamma/kebenaran. (2) Jadilah Bahagia, yang berarti: Berbahagialah tanpa syarat. Seseorang selalu nmembuat syarat bagi kebahagiaan. Sebagai contoh: Saya belum bahagia kalau belum bekerja, belum jadi Bos, belum menikah dll. Dan yang ke (3) Jadilah berkesadaran, yang artinya: Seseorang sering tidak mengerti terhadap apa yang kita pikirkan, ucapkan dan lakukan karena kita tidak pernah benar-benar memberikan perhatian penuh terhadap  diri kita: pikiran, perkataan dan perbuatan kita. Oleh sebab itu, seringkali kita melukai diri kita sendiri dan orang lain. Orang yang selalu penuh perhatian ke dalam diri, pasti akan mengucapkan dan melakukan hal-hal yang baik yang akan membuat dirinya selalu bahagia. Salah satu cara untuk melatih perhatian dan kesadaran kita adalah dengan selalu berlatih melaksanakan meditasi dalam kehidupan sehari-hari.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar