Berusaha Membimbing Diri Menjadi Manusia Seutuhnya
Oleh: Haris, S.Ag
Dalam Buddhis hidup sebagai manusia sangatlah susah, hal itu
dijelaskan oleh Sang Buddha dalam Balapandita
Sutta Majjhima Nikaya: “Bahwa
diibaratkan seperti seekor penyu buta yang hidup di samudra sehingga hanya dalam
jangka waktu 100 tahun sekali naik ke permukaan. Sedangkan di atas samudra
terdapat satu lingkaran tali kecil, sangat sedikit kemungkinan, bahwa penyu
tersebut pada saat naik ke permukaan kepalanya dapat masuk ke lubang tali yang
kecil itu”. Demikianlah perumpamaan sangat sulit terlahir sebagai manusia.
Oleh karena sulitnya terlahir sebagai manusia, maka kita harus
memahami tujuan kelahiran menjadi manusia, yaitu berusaha membimbing diri untuk menjadi manusia
seutuhnya. Apa itu manusia seutuhnya. Manusia seutuhnya dalam Buddhis diartikan
sebagai manusia yang hidup dengan menjunjung tinggi dan menjalani nilai-nilai
kemanusiaan, seperti: Kedermawanan,
kebajikan, kemoralan dan kebijaksanaan dengan tujuan untuk merealisasi Nibbana
atau sekurang-kurangnya seorang Sotapanna. Namun sampai saat ini masih sedikit
sekali orang yang melihat tujuan kelahiran sebagai manusia. Kelahiran manusia
dari kacamata Buddhis adalah untuk memutuskan lingkaran samsara atau siklus
lahir-mati yang berulang-ulang dan merealisasi Nibbana.
Agar Tujuan di atas dapat terwujud, maka sebagai umat
Buddha, kita senantiasa menjadikan sila sebagai landasan moral dalam menjalani
kehidupan sehari-hari. Kualitas atau standar kemanusiaan seseorang dapat diukur
dengan praktik-praktik pengembangan moralitas. Ada lima hal yang menjadi
pantangan bagi umat Buddha, yakni: (1) pantang membunuh, (2) pantang mencuri,
(3) pantang berzinah, (4) pantang berbohong, (5) pantang mabuk. Sejalan dengan
pantangan tersebut, umat Buddha juga wajib secara aktif mengembangkan lima
kebajikan, yakni: (1) memberikan cinta kasih kepada semua makhluk, (2)
berpenghidupan benar dan berlatih untuk memberi, (3) berpuas diri dengan
menjaga harmoni keluarga, (4) jujur dan hanya mengatakan hal yang bermanfaat
dan pantas, dan (5) Selalu menjaga batin dalam kesadaran dan kewaspadaan.
Untuk membimbing diri menjadi manusia seutuhnya, seseorang
harus berusaha benar-benar mengikis semua sifat-sifat hidup yang tidak baik
atau tidak manusiawi, demikian juga harus dapat memandang kehidupan ini secara
seutuhnya yaitu bahwa hidup ini senantiasa ditandai dengan perubahan,
mengandung penderitaan, terkondisi oleh kesalingbergantungan, sehingga segala
sesuatu yang muncul pada saatnya akan lenyap kembali. Oleh karena kehidupan
yang demikian itu maka dalam hidup ini
kita berusaha untuk realistis tidak pesimis atau optimis.
Orang pesimis melihat segala sesuatu dari sisi buruk saja,
ia hanya melihat adanya masalah, tetapi tidak melihat adanya jalan untuk
mengatasi masalah. Sebaliknya orang optimis melihat segala sesuatu selalu baik,
bahkan jauh lebih baik dari yang sebenarnya, berpengharapan berlebihan, tidak
mau memperhitungkan kemungkinan buruk yang akan terjadi, sehingga menjadi
lengah terhadap segala resiko. Orang bijak hendaknya mengambil jalan seimbang,
yakni realistis. Kehidupan dan masalahnya harus dipandang dari sisi realistis,
memaandang segala sesuatu sebagai apa adanya, ada baik ada buruk, ada untung
ada rugi dll.
Agar hidup lebih baik dan mengarah pada jalan menjadi
manusia seutuhnya, seseorang dapat memegang tiga prinsip, yaitu: (1) Jadilah baik yaitu selalu menjaga
perbuatan, yang berarti: Jangan melakukan perbuatan buruk apa pun. Namun selalu
banyak melakukan kebajikan. Jadikan diri kita bermanfaat bagi banyak orang dan
hidup selalu dalam Dhamma/kebenaran. (2)
Jadilah Bahagia, yang berarti: Berbahagialah tanpa syarat. Seseorang selalu
nmembuat syarat bagi kebahagiaan. Sebagai contoh: Saya belum bahagia kalau
belum bekerja, belum jadi Bos, belum menikah dll. Dan yang ke (3) Jadilah berkesadaran, yang artinya:
Seseorang sering tidak mengerti terhadap apa yang kita pikirkan, ucapkan dan
lakukan karena kita tidak pernah benar-benar memberikan perhatian penuh
terhadap diri kita: pikiran, perkataan
dan perbuatan kita. Oleh sebab itu, seringkali kita melukai diri kita sendiri
dan orang lain. Orang yang selalu penuh perhatian ke dalam diri, pasti akan
mengucapkan dan melakukan hal-hal yang baik yang akan membuat dirinya selalu
bahagia. Salah satu cara untuk melatih perhatian dan kesadaran kita adalah
dengan selalu berlatih melaksanakan meditasi dalam kehidupan sehari-hari.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar