Bagaimanakah Puasa dalam Agama Buddha?
Oleh: Haris, S.Ag
Istilah puasa berasal dari kata uposatha yang
berawal dari Upa dan Vassa sehingga menjadi puasa. Puasa dilakukan umat Buddha
pada hari-hari tertentu, yaitu pada saat hari uposatha dengan cara melaksanakan
Athangasila atau praktik delapan sila. Dalam Kitab Suci Tipitaka Khudaka Nikaya
bagian (Sutta Nipatta, 2003: 96)
disitu dijelaskan oleh Sang Buddha untuk pelaksanaan puasa bagi umat Buddha
jatuh pada tanggal 1, 8, 15 dan 23. Artinya Umat Buddha Memiliki kesempatan
berpuasa yang ditunjukkan oleh Buddha dalam sebulan empat kali.
Bagaimana cara pelaksanaan puasa dalam agama Buddha?
Yaitu bila setiap hari seseorang menjalankan lima latihan sila yang disebut
praktik pancasila Buddhis, maka pada hari uposatha pada tanggal, 1, 8, 15, dan
23 umat buddha meningkatkan silanya menjadi praktik 8 sila. Kedelapan sila itu
dilatih selama 1 hari 1 malam penuh, yang dimulai pada pagi hari dan berakhir
dikeesokan paginya dengan bertekad untuk melakukan delapan sila yang sangat
mulia yaitu:
1). Saya bertekad melatih diri untuk tidak membunuh makhluk hidup
2). Saya bertekad melatih diri untuk tidak mengambil barang yang tidak
diberikan
3). Saya bertekad melatih diri untuk tidak melakukan perbuatan tidak
suci
4). Saya bertekad melatih diri untuk tidak berucap yang tidak benar
5). Saya bertekad melatih diri untuk tidak minum-minuman keras yang
dapat menyebabkan lemahnya kewaspadaan
6). Saya bertekad melatih diri untuk tidak makan setelah jam 12 siang
7). Saya bertekad melatih diri untuk tidak menari, menyanyi, bermain
musik, pergi melihat pertunjukan, memakai
wewangian, kosmetik,
bung2aan dengan tujuan memperindah dan mempercantik diri
8). Saya bertekad melatih diri untuk tidak tidur ditempat yang tinggi
dan mewah. (Anguttara Nikaya III, 2003:
526-528).
Kalau sepintas
kita lihat dari pelaksanaan puasa dalam buddhis sebenarnya tidak jauh beda dari
5 sila Pancasila Buddhis, yang membedakan pada sila ke-3 Abrahmacariya yg artinya selama berpuasa walaupun dengan suami atau
isterinya sendiri tidak boleh tidur bersama. Mengapa demikian? karena selama
berpuasa kita mencontoh kehidupan makhluk brahma yaitu makhluk brahma tdk
berpasangan. Sedangkan sila 6-8 adalah penambahan sila untuk penahanan dan
latihan pengendalian diri terhadap Kamaraga
atau nafsu keinginan indria seperti: mata, telinga, lidah, hidung, kulit dan
pikiran. Mengapa kamaraga perlu
dikendalikan? Sebab puasa adalah sarana berlatih untuk mencontoh dan meniru
kehidupan arahat, yang mana seorang arahat telah dikatakan sebagai makhluk suci
sehingga dalam dirinya telah mematahkan dan menghilangkan nafsu inderiya
tersebut. Pelaksanaan puasa merupakan sarana atau praktik latihan yang
bertujuan untuk mengendalikan nafsu keinginan yang ditimbulkan dari pintu-pintu
indria.
Apa manfaat dari
pelaksanaan puasa bagi yang melaksanakannya. Sang Buddha menjelaskan dalam
Kitab Suci Tipitaka (Anguttara Nikaya III, 2003:
528-530), yaitu siapa saja yang terbias praktik Atanggasila di hari
uposatha maka ia setelah kematian akan berbahagia di alam surga. Bahkan lebih
lanjut Sang Buddha menjelaskan lamanya waktu kehidupan surga mulai dari yang
terendah yang diawali dari Catumaharajika yaitu: 1 hari 1 malam di alam surga
Catumaharajika sama dengan 50 tahun umur manusia dan hidupnya 500 tahun surgawi.
1 hari 1 malam Tavatimsa sama dengan 100 tahun umur manusia hidupnya 1000 th
surgawi dst…. Lebih lanjut terdapat buah dari pelaksanaan puasa yang dijelaskan
dalam Kitab Suci Tipitaka Khudaka nikaya, Dhammapada dijelaskan dalam komentar
Athakattha disitu terdapat kasus makhluk Dewa Catumaharajika yang menemui salah
satu bhikkhu sehingga bhikkhu tersebut bertanya atas jasa apa kamu bisa
terlahir di surga menjadi dewa? Selanjutnya dewa itu bercerita bahwa ia bisa terlahir
sbg dewa karena melaksanakan puasa selama satu hari dan meninggal dlm keadan
berpuasa sehingga ia berbahagia di alam surga Catumaharajika.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar