Pergaulan Menentukan Watak Seseorang
Oleh: Haris, S.Ag
Sebagai makhluk sosial manusia tidak terlepas dari
interaksi atau pergaulan dengan orang lain. Dalam suatu pergaulan tentunya
tidak memandang setatus usia, dalam arti bahwa pergaulan dapat terjadi pada
setiap orang, yang mana pergaulan itu dapat terjadi pada orang tua, dewasa atau
pun usia anak-anak. Dalam pergaulan masing-masing individu akan ditemukan
berbagai pengalaman yang tentunya pengalaman itu melalui proses interaksi dari
waktu-ke waktu, sehingga dapat timbul hal yang baru, kebiasaan yang baru yang
dapat menyebabkan munculnya watak baru pada seseorang melalui proses interaksi
tersebut.
Dalam Cankama Sutta, Anguttara Nikaya Sang Buddha
menjelaskan bahwa para bhikkhu yang berada di bawah kepemimpinan Bhante
Sariputta semuanya bijaksana karena memiliki banyak pengetahuan Dhamma yang
dalam. Semua yang mengelilingi Bhante Maha Moggalana semuanya mantap dalam
kesaktian supranatural. Bhante Maha Kassapa dan semua pengikutnya amat ketat
melaksanakan praktik Dhutangha atau pertapaan yang keras. Para bhikkhu yang
dipimpin oleh Bhante Anuruddha semuanya memiliki kesaktian mata dewa. Bhante
Punna dan para pengikutnya ahli mengajarkan Dhamma. Bhante Upali dan para
pengikutnya ahli dalam peraturan disiplin vinaya, sedangkan para bhikkhu di
bawah pimpinan Ananda terkenal karena pengetahuan mereka di banyak bidang.
Sebaliknya, Devadatta dan para pengikutnya terkenal karena cara, pikiran dan
keinginannya yang jahat.
Jika kita melihat isi Cankama Sutta di atas dapat
kita peroleh kesimpulan bahwa manusia hidup dalam suatu kelompok sesuai dengan
kecenderungan alamiahnya. sehingga orang yang memiliki minat yang sama
berkumpul menjadi satu, yang masing-masing kelompok memiliki kecenderungannya
masing-masing yaitu ada yang baik dan ada yang jahat. Artinya bahwa pergaulan
sangat menentukan karakter atau pun sifat seseorang.
Setelah melihat contoh di atas, bagaimanakah
seharusnya seseorang memilih kelompok, teman atau sahabat dalam pergaulan? Dalam
Manggala Sutta dijelaskan tidak bergaul dengan orang yang tidak bijaksana namun
selalu bergaul dengan orang yang bijaksana adalah suatu berkah utama. Demikian
juga dalam Sigalovada Sutta Sang Buddha menjelaskan bahwa terdapat dua jenis
teman yaitu sahabat jahat dan sahabat yang baik. Sahabat jahat akan cenderung
menjerumuskan seseorang dalam kehidupannya ke hal yang jahat. Sahabat jahat
memiliki ciri-ciri bahwa orang itu selalu tamak, banyak bicara namun tidak
berbuat apa-apa, selalu memiliki watak penjilat dan pemboros.
Di dalam Dhammapada Atthakatha bab XII syair 162
terdapat kisah bahwa, Raja Ajatasattu yang berteman dengan Devadatta yang
memiliki moral buruk, watak buruk dan tingkah laku buruk akhirnya sang raja
memiliki kecenderungan dan watak buruk sehingga sang raja tega membunuh ayahnya
sendiri yaitu Raja Bimbisara. Sedangkan dalam Sigalovada Sutta Sang Buddha
menjelaskan bahwa hendaknya seseorang berusaha memiliki sahabat yang baik.
Sahabat yang baik yaitu sahabat yang mampu memberikan hal-hal yang berguna dan
baik melalui ucapan, pikiran juga tindakan dalam kehidupan sehari-hari. Ciri-ciri
Sahabat yang baik adalah ia menjadi sahabat penolong, sahabat pada waktu senang
dan susah, selalu memberikan nasehat baik, dan sahabat yang bersimpati.
Jika manusia mampu melakukan interaksi atau
pergaulan yang baik dalam kelompok yang baik maka orang itu akan memiliki
moralitas yang baik dalam kehidupan sehari-hari, namun bila seseorang memiliki
kecenderungan untuk berkumpul pada kelompok atau sahabat yang buruk maka
seseorang tersebut akan memiliki kecenderungan moralitas yang buruk dan
jahat.
Namo Buddhaya, Sdr. penulis. Kalau boleh tahu, cankama sutta itu ada dalam anguttara nikaya yang ke berapa, ya, Ko/Pak? Terimakasih
BalasHapusMaaf, Sdra. Saya telah menemukan jawabannya. Dan sebagai koreksi, izinkan saya, Cankama sutta yang memuat tentang itu ada pada Samyutta Nikaya, bukan Anguttara Nikaya. Terimakasih.
BalasHapus