Sabtu, 27 Desember 2014

Relevansi Ajaran Tumimbal Lahir dalam Dunia Modern



Relevansi Ajaran Tumimbal Lahir dalam Dunia Modern
Oleh: Haris, S.Ag.


Anekajāti saṁsāraṁ Sandhāvissaṁ anibbisaṁ Gahakārakaṁ gavesanto Dukkhā jāti punappunaṁ
Tumimbal lahir merupakan lingkaran penderitaan yang tiada akhirnya. Berkelana tanpa menemukan pendiri “rumah” ini, kelahiran yang berulang-ulang adalah penderitaan, (Dhammapada, Jara Vagga: 153)

Pendahuluan

Dalam ajaran Buddha, umat Buddha mengenal pokok-pokok ajaran Buddha, salah satu pokok ajaran dalam Buddhisme adalah keyakinan pada Hukum Kamma dan Punnabhava. Hukum ini saling berkaitan dalam bekerjanya. Menurut Digha Nikaya Mahanidana Sutta (khotbah panjang tentang asal mula) yang saling bergantungan, salah satu kelahiran mengkondisikan usia tua dan kematian, jika tidak ada kelahiran maka tidak ada kondisi  bagi usia tua  dan kematian, (Walshe, 2009: 191). Hal tersebut relevan dengan khotbah Sang Buddha dalam AN III [224] disaat bhikkhu Ananda bertanya kepada Sang Buddha tentang penjelmaan, Sang Buddha menjelaskan: “Demikianlah, Ānanda, bagi makhluk-makhluk yang terhalangi oleh ketidak-tahuan dan terbelenggu oleh ketagihan, maka kamma adalah lahannya, kesadaran adalah benihnya, dan ketagihan adalah kelembaban bagi kesadaran mereka untuk tumbuh di alam rendah, menengah dan alam tinggi. Dengan cara inilah terjadi produksi penjelmaan baru di masa depan. “Jika, Ānanda, tidak ada kamma yang matang di alam indria, alam berbentuk dan alam tanpa bentuk, mungkinkah penjelmaan di alam itu terlihat?” tidak bhante.
Semua makhluk yang hidup di dunia tidak lepas dari kelahiran dan kematian. Kematian tidak berarti memasuki kehidupan abadi, tetapi sebaliknya, merupakan pintu gerbang menuju tumimbal lahir baru yang akan diikuti oleh pertumbuhan, pelapukan, dan kematian. Kematian dalam pandangan agama Buddha tidak dianggap sebagai akhir dari kehidupan. Selama lobha (keserakahan), dosa (kebencian), serta moha (kegelapan atau kebodohan batin) belum dilenyapkan, kematian adalah awal dari kelahiran.

Proses kematian
            Bagaimanakah proses kematian terjadi? Dalam Abhidhammaatasangaha bahwa pada saat kematian terjadi, kesadaran kematian (cuti citta) lenyap, selanjutnya muncul kesadaran penyambung (patisandhi-citta) untuk meneruskan siklus kehidupan berikutnya, (Kaharuddin, 1989: 28). Keduanya saling berhubungan dan tidak memiliki waktu antara. Misalnya seseorang yang baru meninggal dari alam manusia, segera lahir kembali sebagai makhluk lain, apakah sebagai makhluk menderita, sebagai manusia atau terlahir sebagai makhluk bahagia di alam surga atau brahma.

Empat jenis kelahiran
Sedangkan umat Buddha mengenal kelahiran yang terbagi menjadi empat jenis. Dalam Digha Nikaya Sangiti Sutta bhikkhu Sariputta menyebutkan empat jenis kelahiran, yaitu kelahiran melalui kandungan, telur, kelembaban, dan spontan, (Walshe, 2009: 522). Sedangkan kelahiran sebagai manusia kita mengenal kelahiran melalui kandungan.

Proses kehidupan sebagai manusia
Bagaimanakah proses kelahiran melalui kandungan sebagai manusia? Sang Buddha menjelaskan dalam Majjhima Nikaya II Mahatanhasankhaya Sutta [266] bahwa kelahiran sebagai manusia dipengaruhi tiga faktor, yaitu: “Bila ibu dan ayah berkumpul dan hari itu masa subur sang ibu, selanjutnya calon makhluk yang akan dilahirkan ada maka melalui tiga faktor itu makhluk atau benih kehidupan muncul, (Anggawati dan Cintiawati, 2005: 743).

Berbagai bukti kelahiran ulang di jaman Sang Buddha
Dalam Majjhima Nikaya II Mahasaccaka Sutta [248] disaat setelah pertapa Sidharta mencapai Bodhi dan dalam waktu jaga pertama beliau mengarahkan pada pengetahuan tentang ingatan pada kehidupan-kehidupan lampau sehingga beliau mengingat satu kehidupan, dua kehidupan, tiga kehidupan dan sampai beribu-ribu kehidupan. Selanjutnya di malam jaga kedua Sang Buddha mengarahkan pengetahuannya tentang lenyap dan muncul kembalinya para makhluk-makhluk, melalui mata dewa yang termurnikan Sang Buddha mampu melihat para makhluk muncul dan lenyap dan muncul kembali, rendah dan agung, elok dan buruk rupa beliau memahami sesuai dengan perbuatan mereka, (Anggawati dan Cintiawati, 2005: 704-705).
Dalam Samyutta Nikaya I Devaputtasamyutta [56] Anathapindika setelah meninggal terlahir sebagai dewa Tusita selanjutnya mendatangi Vihara Jetavana, Anathapindika bersujud dengan hormat kepada Sang Buddha dan beliau mengatakankan: “Jetavana sudah menjadi tempat tinggal tetap Sang Buddha dan Sangha, saya sangat gembira, selanjutnya Sang Buddha menceritakan kejadian itu kepada para Bhikkhu”, (Anggawati dan Cintiawati, 2007: 312-313). Selain itu dalam Dhammapada Atthakatha syair 224 siswa Buddha mampu membuktikan juga keberadaan kelahiran kembali melalui kunjungan bhikkhu Moggallana ke alam-alam surga. Bhikkhu Moggallana bertanya kepada salah satu dewa, atas  perbuatan baik apa yang telah dilakukan sehingga engkau dapat terlahir di alam Dewa. Dewa itu menjawab karena ia sering banyak berdana, ( Tim Penterjemah, 2012: 374-375).



Relevansi tumimbal lahir dan bukti-bukti kelahiran ulang di jaman modern
Kelahiran ulang tidak hanya sekedar mitos, namun berbagai ilmuwan modern mampu meneliti dan membuktikan keberadaan kelahiran kemabali. Dalam buku Born Again karya dr. Walter Semkiw menuliskan bahwa seorang Peneliti Kelahiran kembali DR. Ian Stevenson yang merupakan Profesor dari Fakultas Psikologi Universitas Virginia U.S.A. Beliau adalah seorang ilmuwan yang telah diakui kepakarannya, yang telah mempelajari kasus-kasus anak-anak yang ingat akan kehidupan-kehidupan lampau mereka selama empat puluh tahun, (Semkiw, 2008: 34). Selain itu dalam buku Karma Pencipta Sesungguhnya yang dituliskan oleh DR. Mehm Tin Mon berkebangsaan Srilanka beliau menyebutkan salah satu anak bernama William James Sidis, bayi ajaib dari Amerika bisa membaca dan menulis ketika berumur dua tahun. Dia bisa berbicara bahasa Prancis, Rusia, Inggris, Jerman dan sedikit Latin dan Yunani ketika berumur delapan tahun, ( Mon, 2011: 32).
Selain itu kehidupan lampau dapat diingat dengan Regresi melalui Hipnosis. Cara ini dilakukan karena orang-orang yang tidak mampu mengingat kehidupan lampau mereka bisa dilakukan dengan cara dihipnosis dan diminta menceritakan kehidupan lampau mereka. Dengan hipnosis seseorang bisa ditanya oleh orang yang menghipnosis untuk menjawab pertanyaan tentang pengalaman masa lalu, tentang kejadian masa kecil dan tentang kehidupan lampaunya. Salah satu contoh Ibu N. Baker, seorang ibu rumah tangga di Inggris, tidak bisa berbicara bahasa Prancis. Dia tidak pernah mempelajari bahasa Prancis dan dia tidak pernah pergi ke Prancis. Tetapi ketika dia dihipnosis, dia mampu berbicara banyak kejadian yang terjadi di Paris dalam bahasa Prancis yang lancar, (Ibid, 2011: 34).
Sebuah tim psikologi dan dokter yang bekerjasama dengan Technische Universitat Berlin, Jerman, baru-baru ini mengumumkan bahwa ada beberapa bentuk kehidupan setelah kematian. Para dokter memberikan kesimpulan dari penelitian medis yang mereka lakukan terhadap pengalaman seseorang menjelang kematian. Para tim peneliti mengawasi kondisi pasien yang secara medis dinyatakan mati selama hampir 20 menit sebelum hidup kembali. Proses ini diulang  pada 944 orang sukarelawan selama empat tahun terakhir. Untuk membuat pasien dalam keadaan mati, tim peneliti melakukan pencampuran terhadap beberapa jenis obat-obatan termasuk yang memungkinkan tubuh untuk bertahan dalam keadaan mati secara medis hingga melalui proses penghidupan kembali tanpa merusak tubuh, (http://myfitriblog.wordpress.com/2014/09/19/para-ilmuwan-jerman-buktikan-ada-kehidupan-setelah kematian/).

Jalan mencapai kelahiran ulang yang baik
Bagaimana Jalan mencapai kelahiran yang baik? Dalam Majjhima Nikaya III Saleyyaka Sutta [286] ketika itu Sang Buddha sedang mengembara di Negeri Kosala, perumah tangga di Desa Sala datang menjumpai Sang Buddha dan menanyakan, “Bhante Gotama, apakah penyebab mengapa sebagian makhluk, saat hancurnya tubuh, setelah mati, terlahir ulang dalam keadaan sengsara, di tempat buruk, di alam rendah, di neraka? Dan apa penyebab mengapa sebagian makhluk, saat hancurnya tubuh, setelah mati, terlahir ulang di tempat baik, di alam surgawi? Sang Buddha menjawab, “Para perumah tangga, karena perilaku yang buruklah, yaitu perilaku yang tidak sejalan dengan Dhamma, maka sebagian makhluk, saat hancurnya tubuh, setelah mati, terlahir ulang dalam keadaan sengsara, di tempat buruk, di alam rendah, di neraka. Karena perilaku yang baiklah, yaitu perilaku yang sejalan dengan Dhamma, maka sebagian makhluk saat hancurnya tubuh, setelah mati, terlahir ulang di tempat yang baik, di alam surgawi”, (Anggawati dan Cintiawati, 2006: 786-787).
Dengan demikian perilaku yang baik melalui ucapan, perbuatan jasmani dan pikiran yang baik akan menghantarkan dan mengkondisikan makhluk terlahir di alam bahagia.

Kesimpulan
            Salah satu Pokok Ajaran Buddha adalah Hukum Kamma dan Punnabhava yaitu ajaran tentang kelahiran kembali. Sebagai makhluk hidup selama lobha (keserakahan), dosa (kebencian), serta moha (kegelapan atau kebodohan batin) belum dilenyapkan, maka kelahiran dan kematian akan terus mengikuti makhluk tersebut. Hal tersebut telah Sang Buddha jelaskan dalam berbagai khotbah Buddha yang menjelaskan pada kelahiran dan kematian sehingga para murid-murid Buddha seperti bhikkhu Moggallana mampu membuktikann kelahiran ulang.
            Kelahiran ulang tidak hanya sekedar mitos, namun para ilmuwan mampu menyelidiki dan membuktikan keberadaan kelahiran ulang dengan berbagai metodenya. Dengan demikian, sebagai umat Buddha sebelum terealisasi tujuan akhir Nibbana minimal mampu menciptakan kelahiran ulang yang baik dengan cara menjaga kualitas ucapan, tindakan jasmani dan pikiran melalui praktik ajaran Buddha sedikit demi sedikit.

DAFTAR PUSTAKA

Anggawati dan Cintiawati. 2005. Majjhima Nikaya Kitab Suci Agama Buddha II . Klaten: Vihara Bodhivamsa.
___________. 2006. Majjhima Nikaya Kitab Suci Agama Buddha III . Klaten: Vihara Bodhivamsa.
___________. 2007. Samyutta Nikaya Kitab Suci Agama Buddha I . Klaten: Vihara Bodhivamsa.
Jhoe Wain. 2014. Para Ilmuwan Jerman Buktikan Ada Kehidupan Setelah Kematian, (Online), (http://myfitriblog.wordpress.com/2014/09/19/para-ilmuwan-jerman-buktikan-ada-kehidupan-setelah kematian/, diakses 16 Oktober 2014).
Kaharuddin J. Pandit. 1989. Abhidhammatthasangaha. Jakarta: Sekolah Tinggi Agama Buddha Nalanda.
Mon. 2010. Karma Pencipta Sesungguhnya. Terjemahan Agus Wiyono dan Lai Moi. 2011. Tanpa Kota: Yayasan Hadaya Vatthu.
Semkiw Walter. 2006. Born Again. Terjemahan oleh Tas Fan Sadikin. 2008. Tanpa Kota: Awareness Publication
Tim Penterjemah Vidyasena. 2012. Dhammapada Atthakatha Kisah-Kisah Dhammapada. Yogyakarta: Vidyasena Production Vihara Vidyaloka.
Walshe Maurice. 1995. Khotbah-Khotbah Panjang Sang Buddha Digha Nikaya. Terjemahan oleh Team Giri Manggala Publication dan Team DhammaCitta Press. 2009. Tanpa Kota: DhammaCitta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar