KAPAN SAMSARA BERAKHIR?
Oleh:
Haris, S.Ag
PENDAHULUAN
Sebagai manusia sudah barang tentu kita
akan mengalami berbagai macam penderitaan. Penderitaan itu akan selalu ada pada
diri setiap manusia karena penderitaan itu tidak memandang strata sosial, semua
orang akan mengalami. Berbagai macam penderitaan yang dialami oleh semua
manusia yaitu berpisah dengan orang yang dicintai, bertemu dengan orang yang
tidak disukai, kehilangan benda-benda yang disukai dan lain sebagainya.Itu
semua merupakan bentuk penderitaan atau samsara dalam kehidupan ini.
Samsara dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia merupakan bentuk tidak baku dari sengsara. Sedangkan sengsara berarti
kesulitan atau kesusahan hidup yang berupa penderitaan dalam kehidupan. Bahkan
dalam Samyutta Nikaya 4 hal 1285 Sang Buddha Menjelaskan: “Para bhikkhu
samsara ini adalah tanpa awal yang bisa ditemukan. Tidak terlihat titik pertama
tentang para makhluk yang terus berkelana dan mengembara karena dihalangi oleh
kebodohan batin dan dibelenggu oleh nafsu keinginan. Andaikan para bhikkhu,
seseorang memotong rumput, ranting, cabang, dan dedaunan apa pun yang ada di
Jambudipa ini dan mengumpulkannya menjadi satu tumpukan. Setelah melakukan
demikian, dia meletakannya sambil mengatakan (satu-per-satu):Ini ibuku, ini
ibunya ibuku.’ Rentetan ibu-ibu dan nenek-nenek itu belum berakhir, namun
rumput, kayu, cabang dan dedaunan di Jambudipa ini sudah terpakai dan habis.
Mengapa demikian para bhikkhu, samsara ini adalah tanpa awal yang bisa
ditemukan”.
Para bhikkhu, seandainya seseorang
mau memperkecil bumi yang besar ini menjadi bola-bola tanah liat seukuran
biji-biji jujube dan meletakkannya, sambil mengatakan (satu-per-satu):Ini
ayahku, ini ayahnya ayahku.’ Rentetan ayah-ayah dan kakek-kakek itu belum
berakhir, namun bumi yang besar ini sudah terpakai dan habis. Mengapa demikian?
Karena para bhikkhu, samsara ini adalah tanpa awal yang bisa ditemukan”.
Para bhikkhu, kalian telah menangis
dan meratap karena bertemu dengan yang di benci dan berpisah dengan yang
dicintai, seperti kehilangan seorang ibu kalian telah meneteskan air mata
kesedihan telah melebihi empat samudra besar yang ada di bumi ini.
APA PENYEBAB SAMSARA?
Sebagai manusia, kita memiliki
musuh laten yang sangat berbahaya yaitu ketidaktahuan kita akan hakikat
kehidupan. Karena batin kita dijajah oleh ketiga hal yang bersekutu sangat
kuat. Mereka adalah Keserakahan (lobha), Kebencian (dosa), dan kegelapan batin
(moha). Tiga hal ini merupakan racun atau sering disebut sebagai tiga akar
kejahatan.
Keserakahan membuat seseorang
menginginkan lebih banyak kenikmatan yang melampaui kebutuhannya, keserakahan
dapat membuat seseorang menjadi tidak peduli pada penderitaan pihak lain.
Kebanyakan orang serakah atau tamak menganut paham bahwa kebahagiaan adalah
mendapatkan apa yang diinginkan, padahal kebahagiaan adalah merasa berkecukupan
terhadap apa yang telah didapat.
Musuh kita selanjutnya adalah
kebencian. Kebencian juga tidak kalah jahat dari keserakahan. Kebencian
menyebabkan orang-orang saling memusuhi dan menyakiti. Perasaan dendam dan iri
hati juga salah satu akibat dari kebencian. Menyimpan kebencian terhadap seseorang
adalah perbuatan yang tidak bijaksana. Mengapa demikian? karena orang-orang
yang kita benci itu, sesungguhnya bukan orang lain. Kita dan mereka kemungkinan
besar pernah menjadi saudara, anak, atau orang tua kita dalam kehidupan lampau,
atau mungkin akan menjadi saudara, anak, dan orang tua kita dalam kehidupan
mendatang. Dengan berpikir demikian maka kebencian akan sedikit terkurangi.
Racun yang ketiga adalah kegelapan
batin. Kegelapan batin bukan berarti bodoh karena buta intelektual atau tidak memahami
ilmu pengetahuan dan teknologi. Bodoh yang dimaksud di sini mengenai kebodohan
batin, yakni tidak bisa membedakan baik dan buruk, bermanfaat dan tidak
bermanfaat. Mengapa bisa demikian karena tidak lain faktor kebijaksanaan kita
tidak kuat, sehingga dari Panca Indria yang kita miliki akan memunculkan
samsara yang baru. Sebagai contoh Bila mata melihat hal yang tidak menyenangkan
maka secara spontan kalau kebijaksanaan kita tidak kuat maka kita akan muncul
kebencian, demikian kita jika telinga kita mendengar hal-hal yang tidak
menyenangkan, hal-hal yang tidak baik maka kita akan langsung merespon tidak
baik sehingga kebencian akan muncul, demikian seterusnya yang terjadi pada
Panca Indria kita.
BAGAIMANA CARA TERLEPAS
DARI SAMSARA?
Tiga racun serta kurangnya
pengendalian diri pada Panca Indria akan menyebabkan kita berada dalam
kegelapan batin. Maka dari itu, kita membutuhkan pelita penerang. Pelita
penerang itu adalah Dhamma. Agar memberi makna dan manfaat bagi kita. Namun
terkadang untuk terlepas dari samsara terlampau sulit karena kita kurang
memiliki kewaspasdaan. Maka Sang Buddha Menjelaskan Empat Tipe Manusia yang ada
di dunia ini, yaitu:
1.
Dari gelap menuju gelap
2.
Dari Gelap menuju Terang
3.
Dari Terang menuju Gelap
4.
Dari Terang Menuju Terang
Sang
buddha telah menunjukkan Dhamma sebagai pelita, namun tidak semua orang mampu
mencerna Dhamma. Dhamma yang dapat dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari
untuk mengurangi keberadaan tiga racun dalam diri kita. Sang Buddha menjelaskan
Empat Kebenaran Mulia, yang di dalamnya terdapat Jalan Mulia Berunsur Delapan
yang merupakan cara kita untuk terbebas dari samsara.
KAPAN SAMSARA BERAKHIR?
Sebagai umat Buddha yang telah
mempraktikkan Dhammma dengan benar dan bersungguh-sungguh maka sebagai tahapan
keberhasilan ia dalam mempraktikkan Dhamma maka orang itu akan mencapai tingkat
Sotapanna. Apa itu Sotapanna? Sotapanna adalah makhluk suci tingkat pertama
yang telah melenyapkan tiga kekotoran batin yaitu Sakayaditthi, Vicikiccha dan
Silabataparamasa dan akan terlahir sebanyak tujuh kali lagi. Dalam hal ini
tentu saja seorang Sotapanna harus mampu mempraktikkan Jalan Mulia Berunsur
Delapan yang pertama yaitu memiliki Pandangan benar pada kehidupan.
Apa yang dimaksud dengan memiliki
pandangan benar? Tentu saja, bahwa kita harus memiliki pemahaman yang benar
terhadap Hukum Karma, Kelahiran Kembali, serta hidup ini dicengkram oleh Anicca,
Dukkha dan Anatta.
Selanjutnya sebagai seorang
sotapanna maka ia tidak akan memiliki Vicikiccha (keragu-raguan pada Tiratana)
dengan berpikir bahwa apa benar Buddha telah tercerahkan, apa benar buddha
merupakan guru para dewa dan manusia dll…hal-hal yang demikian ini tentu saja
sebagai seporang sotapanna tidak mungkin memiliki pikiran yang demikian, karena
sotapanna telah terbebaskan dari keragu-raguan.
Selanjutnya sebagai seorang
sotapanna maka ia tidak akan memiliki Silabataparamasa yaitu kepercayaan
tahayul pada upacara sembahyang. Sebagai contoh kalau sembahyang leluhur itu
harus pakai ini dan itu, misal jika tidak memakai daun sirih maka sembahyang
kita tidak sah…misal jika sembahyang kita tidak pakai telur tidak sah, contoh
jika sembahyang kita tidak pakai dupa tidak sah dll. Hal tersebut artinya
seseorang masih terbelenggu pada Silabataparamassa yaitu kepercayaan tahayul
pada upacara sembahyang. Atau sembahyang harus korbankan 10 ekor kambing atau
sapi ini juga termasuk
silabataparamassa. Namun yang terpenting dari sembahyang leluhur atau pattidana
adalah kita telah memiliki jasa kebajikan. Dari jasa kebajikan itu maka kita
limpahkan kepada leluhur-leluhur kita yang telah meninggal. Dari sini terlihat
bahwa yang namanya makna sembahyang leluhur atau pattidana bukan sarana
sembahyangnya yang kita utamakan namun lebih pada jasa kebajikan yang kita
miliki.
Mengapa Sotapanna ini
jalan yang aman dari samsara?
Karena
Sotapanna dalam Ratana Sutta telah dijelaskan bahwa jika makhluk telah mencapai
Sotapanna maka kelahiran di 4 alam menyedihkan telah tertutup. Apa 4 alam
menyedihkan itu: Alam Neraka, Alam Binatang, Alam Hantu, Alam Raksasa. Hal
tersebut telah Budda lakukan pada Ibunya yaitu Sang Buddha berusaha memberikan
Dhamma pada Ratu Mahamaya yang saat itu telah terlahir di alam Surga Tusita,
Beliau mendatangi ibunya di surga Tavatimsa dan membabarkan Abhidhamma sehingga
Ratu Mahamaya dapat mencapai Sotapanna di alam itu dan 16 juta dewa saat itu
mencapai pembebasan.
Agar
samsara ini bisa diminimalisir maka usahakan anak-anak kita tidak pundah agama.
Mengapa anak kita tidak pindah agama Samsara bisa dimilimalisir? Karena kita
ini belum Sotapanna maka kita suatu saat masih bisa melakukan perbuatan buruk
dan dari perbuatan buruk itu dapat mengakibatkan kita terlahir di salah satu dari
empat alam tersebut. Jika kita terahir di salah satu dari empat alam tersebut,
misal kita terlahir di alam hantu, karena anak-anak kita telah pindah agama
lalu anak kita tak mengenal yang namanya sembayang leluhur, anak kita tak
mengenal namanya Pattidana lalu siapa yang akan menolong kita dari alam hantu?
Karena jika seseorang terlahir di alam hantu Paradatu Pajivika peta yang bisa
menolong dari alam hantu tersebut adalah leluhur kita, anak kita dan tidak
mungkin orang lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar