Senin, 22 Juni 2020


KAPAN SAMSARA BERAKHIR?
Oleh: Haris, S.Ag

PENDAHULUAN
Sebagai manusia sudah barang tentu kita akan mengalami berbagai macam penderitaan. Penderitaan itu akan selalu ada pada diri setiap manusia karena penderitaan itu tidak memandang strata sosial, semua orang akan mengalami. Berbagai macam penderitaan yang dialami oleh semua manusia yaitu berpisah dengan orang yang dicintai, bertemu dengan orang yang tidak disukai, kehilangan benda-benda yang disukai dan lain sebagainya.Itu semua merupakan bentuk penderitaan atau samsara dalam kehidupan ini.
Samsara dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia merupakan bentuk tidak baku dari sengsara. Sedangkan sengsara berarti kesulitan atau kesusahan hidup yang berupa penderitaan dalam kehidupan. Bahkan dalam Samyutta Nikaya 4 hal 1285 Sang Buddha Menjelaskan: “Para bhikkhu samsara ini adalah tanpa awal yang bisa ditemukan. Tidak terlihat titik pertama tentang para makhluk yang terus berkelana dan mengembara karena dihalangi oleh kebodohan batin dan dibelenggu oleh nafsu keinginan. Andaikan para bhikkhu, seseorang memotong rumput, ranting, cabang, dan dedaunan apa pun yang ada di Jambudipa ini dan mengumpulkannya menjadi satu tumpukan. Setelah melakukan demikian, dia meletakannya sambil mengatakan (satu-per-satu):Ini ibuku, ini ibunya ibuku.’ Rentetan ibu-ibu dan nenek-nenek itu belum berakhir, namun rumput, kayu, cabang dan dedaunan di Jambudipa ini sudah terpakai dan habis. Mengapa demikian para bhikkhu, samsara ini adalah tanpa awal yang bisa ditemukan”.
Para bhikkhu, seandainya seseorang mau memperkecil bumi yang besar ini menjadi bola-bola tanah liat seukuran biji-biji jujube dan meletakkannya, sambil mengatakan (satu-per-satu):Ini ayahku, ini ayahnya ayahku.’ Rentetan ayah-ayah dan kakek-kakek itu belum berakhir, namun bumi yang besar ini sudah terpakai dan habis. Mengapa demikian? Karena para bhikkhu, samsara ini adalah tanpa awal yang bisa ditemukan”.
Para bhikkhu, kalian telah menangis dan meratap karena bertemu dengan yang di benci dan berpisah dengan yang dicintai, seperti kehilangan seorang ibu kalian telah meneteskan air mata kesedihan telah melebihi empat samudra besar yang ada di bumi ini.

APA PENYEBAB SAMSARA?
            Sebagai manusia, kita memiliki musuh laten yang sangat berbahaya yaitu ketidaktahuan kita akan hakikat kehidupan. Karena batin kita dijajah oleh ketiga hal yang bersekutu sangat kuat. Mereka adalah Keserakahan (lobha), Kebencian (dosa), dan kegelapan batin (moha). Tiga hal ini merupakan racun atau sering disebut sebagai tiga akar kejahatan.
            Keserakahan membuat seseorang menginginkan lebih banyak kenikmatan yang melampaui kebutuhannya, keserakahan dapat membuat seseorang menjadi tidak peduli pada penderitaan pihak lain. Kebanyakan orang serakah atau tamak menganut paham bahwa kebahagiaan adalah mendapatkan apa yang diinginkan, padahal kebahagiaan adalah merasa berkecukupan terhadap apa yang telah didapat.
            Musuh kita selanjutnya adalah kebencian. Kebencian juga tidak kalah jahat dari keserakahan. Kebencian menyebabkan orang-orang saling memusuhi dan menyakiti. Perasaan dendam dan iri hati juga salah satu akibat dari kebencian. Menyimpan kebencian terhadap seseorang adalah perbuatan yang tidak bijaksana. Mengapa demikian? karena orang-orang yang kita benci itu, sesungguhnya bukan orang lain. Kita dan mereka kemungkinan besar pernah menjadi saudara, anak, atau orang tua kita dalam kehidupan lampau, atau mungkin akan menjadi saudara, anak, dan orang tua kita dalam kehidupan mendatang. Dengan berpikir demikian maka kebencian akan sedikit terkurangi.
            Racun yang ketiga adalah kegelapan batin. Kegelapan batin bukan berarti bodoh karena buta intelektual atau tidak memahami ilmu pengetahuan dan teknologi. Bodoh yang dimaksud di sini mengenai kebodohan batin, yakni tidak bisa membedakan baik dan buruk, bermanfaat dan tidak bermanfaat. Mengapa bisa demikian karena tidak lain faktor kebijaksanaan kita tidak kuat, sehingga dari Panca Indria yang kita miliki akan memunculkan samsara yang baru. Sebagai contoh Bila mata melihat hal yang tidak menyenangkan maka secara spontan kalau kebijaksanaan kita tidak kuat maka kita akan muncul kebencian, demikian kita jika telinga kita mendengar hal-hal yang tidak menyenangkan, hal-hal yang tidak baik maka kita akan langsung merespon tidak baik sehingga kebencian akan muncul, demikian seterusnya yang terjadi pada Panca Indria kita.

BAGAIMANA CARA TERLEPAS DARI SAMSARA?
            Tiga racun serta kurangnya pengendalian diri pada Panca Indria akan menyebabkan kita berada dalam kegelapan batin. Maka dari itu, kita membutuhkan pelita penerang. Pelita penerang itu adalah Dhamma. Agar memberi makna dan manfaat bagi kita. Namun terkadang untuk terlepas dari samsara terlampau sulit karena kita kurang memiliki kewaspasdaan. Maka Sang Buddha Menjelaskan Empat Tipe Manusia yang ada di dunia ini, yaitu:
1. Dari gelap menuju gelap
2. Dari Gelap menuju Terang
3. Dari Terang menuju Gelap
4. Dari Terang Menuju Terang
Sang buddha telah menunjukkan Dhamma sebagai pelita, namun tidak semua orang mampu mencerna Dhamma. Dhamma yang dapat dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari untuk mengurangi keberadaan tiga racun dalam diri kita. Sang Buddha menjelaskan Empat Kebenaran Mulia, yang di dalamnya terdapat Jalan Mulia Berunsur Delapan yang merupakan cara kita untuk terbebas dari samsara.

KAPAN SAMSARA BERAKHIR?
            Sebagai umat Buddha yang telah mempraktikkan Dhammma dengan benar dan bersungguh-sungguh maka sebagai tahapan keberhasilan ia dalam mempraktikkan Dhamma maka orang itu akan mencapai tingkat Sotapanna. Apa itu Sotapanna? Sotapanna adalah makhluk suci tingkat pertama yang telah melenyapkan tiga kekotoran batin yaitu Sakayaditthi, Vicikiccha dan Silabataparamasa dan akan terlahir sebanyak tujuh kali lagi. Dalam hal ini tentu saja seorang Sotapanna harus mampu mempraktikkan Jalan Mulia Berunsur Delapan yang pertama yaitu memiliki Pandangan benar pada kehidupan.
            Apa yang dimaksud dengan memiliki pandangan benar? Tentu saja, bahwa kita harus memiliki pemahaman yang benar terhadap Hukum Karma, Kelahiran Kembali, serta hidup ini dicengkram oleh Anicca, Dukkha dan Anatta.
            Selanjutnya sebagai seorang sotapanna maka ia tidak akan memiliki Vicikiccha (keragu-raguan pada Tiratana) dengan berpikir bahwa apa benar Buddha telah tercerahkan, apa benar buddha merupakan guru para dewa dan manusia dll…hal-hal yang demikian ini tentu saja sebagai seporang sotapanna tidak mungkin memiliki pikiran yang demikian, karena sotapanna telah terbebaskan dari keragu-raguan.
            Selanjutnya sebagai seorang sotapanna maka ia tidak akan memiliki Silabataparamasa yaitu kepercayaan tahayul pada upacara sembahyang. Sebagai contoh kalau sembahyang leluhur itu harus pakai ini dan itu, misal jika tidak memakai daun sirih maka sembahyang kita tidak sah…misal jika sembahyang kita tidak pakai telur tidak sah, contoh jika sembahyang kita tidak pakai dupa tidak sah dll. Hal tersebut artinya seseorang masih terbelenggu pada Silabataparamassa yaitu kepercayaan tahayul pada upacara sembahyang. Atau sembahyang harus korbankan 10 ekor kambing atau sapi  ini juga termasuk silabataparamassa. Namun yang terpenting dari sembahyang leluhur atau pattidana adalah kita telah memiliki jasa kebajikan. Dari jasa kebajikan itu maka kita limpahkan kepada leluhur-leluhur kita yang telah meninggal. Dari sini terlihat bahwa yang namanya makna sembahyang leluhur atau pattidana bukan sarana sembahyangnya yang kita utamakan namun lebih pada jasa kebajikan yang kita miliki.

Mengapa Sotapanna ini jalan yang aman dari samsara?
Karena Sotapanna dalam Ratana Sutta telah dijelaskan bahwa jika makhluk telah mencapai Sotapanna maka kelahiran di 4 alam menyedihkan telah tertutup. Apa 4 alam menyedihkan itu: Alam Neraka, Alam Binatang, Alam Hantu, Alam Raksasa. Hal tersebut telah Budda lakukan pada Ibunya yaitu Sang Buddha berusaha memberikan Dhamma pada Ratu Mahamaya yang saat itu telah terlahir di alam Surga Tusita, Beliau mendatangi ibunya di surga Tavatimsa dan membabarkan Abhidhamma sehingga Ratu Mahamaya dapat mencapai Sotapanna di alam itu dan 16 juta dewa saat itu mencapai pembebasan.

Agar samsara ini bisa diminimalisir maka usahakan anak-anak kita tidak pundah agama. Mengapa anak kita tidak pindah agama Samsara bisa dimilimalisir? Karena kita ini belum Sotapanna maka kita suatu saat masih bisa melakukan perbuatan buruk dan dari perbuatan buruk itu dapat mengakibatkan kita terlahir di salah satu dari empat alam tersebut. Jika kita terahir di salah satu dari empat alam tersebut, misal kita terlahir di alam hantu, karena anak-anak kita telah pindah agama lalu anak kita tak mengenal yang namanya sembayang leluhur, anak kita tak mengenal namanya Pattidana lalu siapa yang akan menolong kita dari alam hantu? Karena jika seseorang terlahir di alam hantu Paradatu Pajivika peta yang bisa menolong dari alam hantu tersebut adalah leluhur kita, anak kita dan tidak mungkin orang lain.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar